0 Tingkat Kesehatan Bank Umum

6.27.2012

Pendahuluan
Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4382) Bank wajib melakukan penilaian Tingkat Kesehatan Bank secara triwulanan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diatur ketentuan pelaksanaan penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dalam suatu Surat Edaran Bank Indonesia dengan pokok-pokok ketentuan sebagai berikut: 1. Dengan semakin meningkatnya kompleksitas usaha dan profil risiko, Bank perlu mengidentifikasi permasalahan yang mungkin timbul dari operasional Bank. Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank oleh Bank Indonesia. 2. Tingkat Kesehatan Bank merupakan hasil penilaian kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu Bank melalui penilaian faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar. Penilaian terhadap faktor-faktor tersebut dilakukan melalui penilaian kuantitatif dan atau kualitatif setelah mempertimbangkan unsur judgement yang didasarkan atas materialitas dan signifikansi dari faktor-faktor penilaian serta pengaruh dari faktor lainnya seperti kondisi industri perbankan dan perekonomian nasional.

Faktor Penilaian
Penilaian tingkat kesehatan Bank mencakup penilaian terhadap faktor faktor CAMELS yang terdiri dari: Permodalan (Capital) Penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor permodalan antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: 1) kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku; 2) komposisi permodalan; 3) trend ke depan/proyeksi KPMM; 4) aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal Bank; 5) kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan); 6) rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha; 7) akses kepada sumber permodalan; dan 8) kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.

Pembahasan
Pengertian Kesehatan Bank adalah Kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal & mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kegiatan tersebut antara lain: Kemampuan menghimpun dana, Kemampuan mengelola dana, Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat, Kemampuan memenuhi kewajiban kepada pihak lain, Pemenuhan peraturan yang berlaku. Manfaat penilaian kesehatan bank : salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha BI : pengawasan faktor-faktor penilaian (camels) permodalan (capital) - Kecukupan pemenuhan ”Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum” (KPMM) terhadap ketentuan yang berlaku Modal Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) - Komposisi permodalan Tier1 Tier1 + Tier 2 Tier1: Moda inti Tier2 : Modal pelengkap Tier3 : Modal pelengkap tambahan - Tren ke depan / proyeksi KPMM - Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (AYPD) dibandingkan modal bank - 25% : dalam perhatian khusus - 50% : kurang lancar - 75% : diragukan - 100% : macet - Kemampuan bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan (laba ditahan) - Devidend Pay Out Ratio : Devidend yang dibagikan Laba setelah pajak - Retention Rate : Laba ditahan Modal rata-rata - Rencana permodalan bank untuk mendukung pertumbuhan usaha bank - Akses kepada sumber permodalan - Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Kualitas Aset (Asset Quality) - APYD = APYD Aktiva Produktif - Debitur inti kredit di luar pihak terkait dibandingkan dengan total kredit - Debitur inti : aset bank<= 1 trilyun : 10 debitur - 1 T < total asset <= 10 T ; 15 debitur - >10 T : 25 debitur - Perkembangan aktiva produktif bermasalah (non performing asset) dibandingkan aktiva produktif - Tingkat kecukupan pembentukan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) - Cadangan terhadap resiko pada aktiva produktif (penanaman dana) - Cadangan umum : 1% dari total aktiva produktif - Cadangan khusus : 5% (dalam perhatian khusus), 15% (kurang lancar), 50% (diragukan), 100% (macet) - Kecukupan kebijakan & prosedur aktiva produktif - Kecukupan Pedoman Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank (PPKPB) - Standard Operating Procedures (SOP) - Sistem kaji ulang (review) internal terhadap aktiva produktif - Dokumentasi aktiva produktif - Kinerja penangan aktiva produktif bermasalah - Restrukturisasi - Penyertaan modal sementara - Ketepatan metode & skema restrukturisasi yang dikaitkan dengan kondisi debitur secara keseluruhan c. Manajemen (Management) - Manajemen Umum - Good Corporate Governance - Penerapan sistem manajemen risiko - Pengawasan - SIM risiko - Pengendalian Internal - Kepatuhan bank Rentabilitas (Earnings) - ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), NIM (Net Interest Margin) - BOPO (Biaya Operasional Pendapatan Operasional) - Pertumbuhan laba usaha : Pendapatan operasional- Biaya operasional - Komposisi portofolio aktiva produktif & diversifikasi pendapatan - Fee Based Income Ratio - Penerapan prinsip aktiva dalam pengakuan pendapatan & biaya - Prospek laba operasional Sensitivity Of Risk - Analisa terhadap risiko-risko yang mungkin terjadi.
Kesimpulan
Penurunan tingkat kesehatan bank secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya financial distress yaitu keadaan yang sangat sulit bahkan dapat dikatakan mendekati kebangkrutan

Daftar Pustaka
www.artikelk3.com/topik/artikel+kesehatan+bank.html estiningsih.staff.gunadarma.ac.id/.../files/.../KESEHATAN+BANK http://fe.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=31&Itemid=20 www.gunadarma.ac.id/library/articles/.../Artikel_21205256.pdf


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 Waliamanat Pasar Modal


PENDAHULUAN
Keberadaan Wali Amanat dalam kegiatan Pasar Modal di Indonesia memegamg peran yang sangat vital, terutama dalam kaitannya dengan penerbitan efek bersifat utang. 
Dalam undang-undang Pasar Modal, Wali Amanat didefinisikan sebagai pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek yang bersifat utang baik di dalam maupun di luar pengadilan. Oleh karena efek bersifat utang merupakan surat pengakuan utang yang bersifat sepihak dari pihak penerbit (Emiten) dan para kreditur (investor) jumlahnya relatif banyak, maka perlu dibentuk suatu lembaga yang mewakili kepentingan seluruh kreditur. Aspek-aspek yang menyangkut kegiatan Wali Amanat di Pasar modal, diantaranya mencakup penyusunan kontrak perwaliamanatan dengan Emiten, monitoring Emiten atas pemenuhan kewajiban-kewajibannya dan ketentuan lain dalam kontrak perwaliamanatan, penyampaian laporan dan keterbukaan informasi, penyelenggaran Rapat Umum Pemegang Obligasi (RUPO), serta pelaksanaan keputusan RUPO.
Efek bersifat utang yang ditawarkan kepada publik tentunya dimiliki oleh banyak investor. Tanpa adanya lembaga Wali Amanat, pemegang efek selaku kreditur harus berhadapan langsung dan melakukan pengawasan secara sendiri-sendiri untuk memastikan bahwa tidak terdapat hal-hal yang dilanggar dalam kontrak perwaliamanatan. Pengawasan secara individual oleh masing-masing kreditur ini tentunya akan memakan waktu dan biaya yang tidak efisien. Dengan alasan ekonomis tersebut, satu kreditur mungkin akan memanfaatkan hasil pengawasan dari kreitur lainnya. Antara para kreditur mungkin akan saling mengamati untuk menentukan apakah diperlukan suatu tindakan pengawasan pada Emiten atau tidak. Dalam keadaan seperti ini, dapat terjadi terlalu banyak kreditur yang melakukan pengawasan sendiri-sendiri terhadap Emiten, atau sebaliknya, tidak ada satupun investor yang melakukan pengawasan karena saling mengandalkan satu sama lain. Kelemahan dari pengawasan secara individual adalah kemampuan dalam melakukan pengawasan yang tidak sama antara satu kreditur dengan lainnya. Masalah lain yang mungkin timbul adalah penyebaran informasi yang tidak merata.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

0 Sistem Kliring di Indonesia


PENDAHULUAN
Salah satu fungsi yang dimiliki oleh bank umum adalah melakukan transaksi lalu lintas pembayaran. Mekanisme pembayaran bagi bank umum dari satu pihak ke pihak lain, akan lebih mudah bila kedua pihak mempunyai rekening di bank yang sama. Tetapi akan lebih sukar untuk menyelesaikan pembayaran antar pihak-pihak yang memiliki rekening di bank yang berbeda dan lebih sukar lagi kalau bank tersebut tidak berada di suatu daerah. Konsekuensinya, satu bank umum akan berhubungan langsung dengan bank umum lain dalam menyelesaikan utang piutangnya. Ini pun masih banyak dijumpai kesulitan-kesulitan antara lain jam pertemuan,tempat pertemuan,dan sebagainya.
Mekanisme penyelesaian utang-piutang ini akan menyangkut banyak bank, memerlukan waktu yang cukup lama, biaya yang besar, serta tenaga yang kurang efisien. Keadaan demikian ini, dirasa dapat menghambat kegiatan operasional perbankan. Oleh karena itu, muncul suatu gagasan untuk membentuk lembaga kliring yang kemudian diselenggarakan oleh Bank Indonesia sebagai Bank sentral (pada 7 Maret 1967). Dengan adanya lembaga kliring, masalah seperti waktu pertemuan, tempat,siapa yang hadir,besarnya dana yang dibutuhkan untuk penyelesaian utang piutang dan sebagainya, telah ditentukan dan diorganisir. Tujuan yang diinginkan dari lembaga kliring adalah untuk memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral serta layanan kepada masyarakat yang menjadi nasabah bank. Dengan demikian perhitungan utang piutang diharapkan dapat dilakukan secara mudah,cepat,aman,dan efisien.



Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO